Sunday, May 15, 2016





Himbauan untuk tidak menggunakan botol kemasan secara berulang pasti sudah sering anda dengar. Dimana hal itu terkait bahaya yang ditimbulkan apabila polimer plastik dari botol kemasan terdegradasi yang dapat mengakibatkan larutnya senyawa karsinogenik ke dalam air yang ada di dalam botol kemasan tersebut. Sehingga apabila anda menggunakan berulang kali maka dimungkinkan akan terdapat banyak senyawa karsinogenik yang akan berdampak pada kesehatan anda. Saya rasa sebagian besar dari kita pasti telah menghindari penggunaan botol kemasan secara berulang. Namun apakah anda sudah menghindari mengkonsumsi minuman dalam botol kemasan yang terpapar sinar matahari ? Sekarang pasti muncul pertanyaan dalam benak anda mengapa harus menghindarinya? Mari kita perhatikan gambar di atas. Situasi pada gambar di atas merupakan hal yang sudah sering kita jumpai, bahkan bisa dipastikan di jalan-jalan yang kita lalui pasti kita akan selalu menjumpai pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya dengan menjejerkan botol minuman berkemasan pada tempat terbuka sehingga terkena paparan sinar matahari secara langsung. Pada dasarnya dengan penjelasan yang sama dengan penjelasan mengapa kita tidak boleh menggunakan botol kemasan plastik untuk menyimpan air panas maka kita juga bisa menjawab pertanyaan apakah aman mengkonsumsi minuman dalam botol kemasan yang sudah terpapar sinar matahari. Karena pada dasarnya panas atau suhu yang tinggi dapat mempercepat proses degradasi polimer penyusun plastik pada botol kemasan yang berupa PET. 

PET atau PETE atau poli Polietilena tereftalat (disingkat PET, PETE atau dulu PETP, PET-P) adalah suatu resin polimer plastiktermoplast dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintesis, botol minuman dan wadah makanan, aplikasi termoforming, dan dikombinasikan dengan serat kaca dalam resin teknik. PET merupakan salah satu bahan mentah terpenting dalam kerajinan tekstil.                   
Monomer PET juga dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi etilen glikol dengan dimetil tereftalat dengan metanol sebagai hasil samping. Polimer PET dihasilkan melalui reaksi polimerisasi kondensasi dari monomernya. Reaksi ini terjadi sesaat setelah esterifikasi/transesterifikasinya dengan etilen glikol sebagai produk samping (dan etilen glikol ini biasanya didaur ulang). Dimana reaksi polimerisasri PET dapat dituliskan sebagai berikut :


Menurut Khoirul et.al  adanya panas, pengaruh lingkungan, pH dan mikroorganisme dapat mempercepat terjadinya migrasi formaldehid dari plastik kemasan PET ke dalam bahan makanan atau minuman dan mengkontaminasi terhadap makanan atau minuman tersebut yang nantinya akan di konsumsi oleh konsumen kimia atau peruraian suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana secara bertahap. Degradasi polimer pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat karena ikatan rantai utama makromolekul (Stevens, 2001). Pada polimer linear, reaksi tersebut mengurangi massa molekul atau panjang rantainya. Pada kerusakan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau pengotor. Fotodegradasi polimer lazimnya melibatkan kromofor yang menyerap daerah UV(ultraviolet) di bawah panjang gelombang 400 nanometer. Terjadinya degradasi menyebabkan terputusnya rantai PET yang panjang menjadi lebih pendek yang tersusun atas asam tereftalat dan etilen yang merupakan komponen utama pembentuk pada plastik PET. Proses hidrolisis yakni suatu reaksi yang melibatkan molekul air dan akan mengakibatkan pemecahan asam tereftalat dan etilen yang masih berikatan akan terputus/terpecah. Masing masing pecahan tersebut sangat tidak stabil dan akan mengambil molekul air untuk menstabilkan ikatan. Akhir dari proses akan menghasilkan formaldehid/asetaldehid dan asam tereftalat. Terbentuknya formaldehid pada kemasan menyebabkan terjadinya migrasi ke dalam air mineral selama proses pemaparan berlangsung..
Ada beberapa faktor yang juga mempengaruhi terjadinya migrasi formaldehid dari kemasan ke dalam makanan atau minuman yaitu proses produksi tidak dikontrol secara ketat dalam hal suhu dan tekanan dalampembuatankemasan, kemurnian bahan bakuyangkurang memuaskan sehingga monomer dapat terbentuk dalam kemasan makanan dan menyebabkan terbentuknya kandungan formaldehid yang lebih tinggi. dari kemasan ke dalam makanan atau minuman yaitu proses produksi tidak dikontrol secara ketat dalam hal suhu dan tekanan dalam pembuata nkemasan, kemurnian bahan baku yang kurang memuaskan sehingga monomer dapat terbentuk dalam kemasan makanan dan menyebabkan terbentuknya kandungan formaldehid yang lebih tinggi. 

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirul et.al  diperoleh kandungan formaldehid mulai terdeteksi keberadaannya dalam sampel pada waktu pemaparan selama 28 hari. Kandungan sampel A adalah sebesar 0,002 mg/L dan sampel B 0,064 mg/L dan kandungan formaldehid semakin meningkat pada waktu pemaparan selama 35 hari yakni sampel A adalah sebesar 0,226 mg/L dan sampel B sebesar 0,270 mg/L. Kandungan kedua sampel dengan waktu pemaparan 35 hari masih berada di bawah ambang batas aman berdasarkan lembaga IPCS dan KEPMENKES Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan kualitas air minum. Berdasarkan aturan dari International Programme on Chemical Safety (IPCS) tahun 2006 yaitu sebuah lembaga dari PBB yaitu ILO, UNEP, dan WHO dan KEPMENKES Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 ditetapkan batas konsumsi minuman yang mengandung formalin untuk orang dewasa adalah 0,9 mg/L berdasarkan batas asupan harian sebesar 0,15 mg/kg berat badan/hari dengan alokasi dari 20% TDI (Torerable Daily Intake) untuk air minum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rice (2016) suhu penyimpanan minuman sari buah kemasan PET mempengaruhi kadar antimoni dalam minuman sari buah kemasan. Dimana dengan semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin meningkat pula kadar antimoni di dalam sampel minuman sari buah kemasan PET. Kadar antimoni yang diperoleh pada suhu 60 °C dalam sampel A, B dan C berturut-turut 11,66; 12,11; dan 4,39 μg/mL. Kadar antimoni pada suhu 80 °C berturut-turut 4,16; 5,07; dan 16,51 μg/mL. Kadar antimoni pada suhu kamar (20-25 °C) berturut-turut 5,37; 5,45; dan 2,26 μg/mL. kadar antimoni pada air minum kemasan PET yang diukur pada suhu 60° C dan 80° C melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan oleh Menteri Kesehatan RI yaitu sebesar 0,02 mg/L.

Fan YY, et all (2014) telah melakukan penelitian untuk menyelidiki pengaruh suhu penyimpanan dan terhadap kandungan antimoni (Sb) dan bisphenol A (BPA) pada16 merek botol air minum polyethylene terephthalate (PET) di Cina. Setelah penyimpanan 1 minggu, kandungan Sb meningkat 1,88-8,32 ng / L pada 4 ° C, untuk 2,10-18,4 ng / L pada 25 ° C dan 20,3-2604 ng / L pada 70 ° C. Sedangkan kandungan BPA kurang di 0,26-18,7, 0,62-22,6, dan 2,89-38,9 ng / L. Kandungan Sb dan BPA meningkat dengan durasi penyimpanan hingga 4 minggu. Dimana kandungan Sb dan BPA dari botol PET dapat menjadi stabil di bawah kondisi penyimpanan jangka panjang. Dimana kondisi terburuk terjadi pada penyimpanan botol kemasan air minum pada suhu 70 ° C selama 4 minggu. 

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan maka kita dapat menyimpulkan bahwa minuman dalam botol kemasan yang terkena paparan sinar matahari langsung maupun panas tidak dianjurkan untuk dikomsumsi. Hal ini disebabkan karena paparan UV maupun panas akan menyebabkan terdegradasinya polimer PET mengakibatkan  lepasnya senyawa asam tereftalat, formalin dan antimoni. Dimana ketiga senyawa itu tidak baik bila masuk ke dalam tubuh karena akan menyebabkan gangguan kesehatan. Walaupun dari penjelasan penelitian-penelitian tersebut ada batasan seperti paparan sinar matahari selama 35 hari, kadar formalin masih dibawah ambang batas yang aman bila dikonsumsi namun bila kita mengkonsumsi minuman dengan kondisi tersebut berulang kali maka otomatis kandungan formalin, asam tereftalat maupun antimoni dalam tubuh akan meningkat. Dengan demikian dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi minuman yang terkena paparan sinar matahari langsung apalagi jika botol kemasannya sudah terpapar sinar matahari dalam jangka waktu yang lama.



Friday, May 13, 2016






TUJUAN

Tujuan percobaan ini adalah  sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh dengan cara reaksi adisi
b.       Mengidentifikasi senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh dengan cara reaksi oksidasi

TEORI DASAR

Hidrokarbon dapat diklasifikasikan menurut macam-macam ikatan karbon yang dikandungnya. Hidrokarbon dengan karbon-karbon yang mempunyai satu ikatan dinamakan hidrokarbon jenuh. Hidrokarbon dengan dua atau lebih atom karbon yang mempunyai ikatan rangkap dua atau tiga dinamakan hidrokarbon tidak jenuh (Fessenden, 1997). Hidrogen dan senyawa turunannya, umumnya terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu:
a.   Hidrogen alifatik terdiri atas rantai karbon yang tidak mencakup bangun siklik. Golongan ini sering disebut sebagai hidrokarbon rantai terbuka atau hidrokarbon siklik.
b.    Hidrokarbon alisiklik atau hidrokarbon siklik terdiri atas atom karbon yang tersusun dalam satu lingkar atau lebih.
c.    Hidrokarbon aromatik merupakan golongan khusus senyawa siklik yang biasanya digambarkan sebagai lingkar enam dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap bersilih–ganti. Kelompok ini digolongkan terpisah dari hidrokarbon asiklik dan alifatik karena sifat fisika dan kimianya yang khas (Syukri, 1999).
Sebagai hidrokarbon jenuh, semua atom karbon dalam alkana mempunyai empat ikatan tunggal dan tidak ada pasangan elektron bebas. Semua elektron terikat kuat oleh kedua atom. Akibatnya, senyawa ini cukup stabil dan disebut juga parafin yang berarti kurang reaktif (Wilbraham, 1992).
Karbon-karbon dari suatu hidrokarbon dapat bersatu sebagai suatu rantai atau suatu cincin. Hidrokarbon jenuh dengan atom-atomnya bersatu dalam suatu rantai lurus atau rantai yang bercabang diklasifikasikan sebagai alkana. Suatu rantai lurus berarti dari tiap atom karbon dari alkana akan terikat pada tidak lebih dari dua atom karbon lain. Suatu rantai cabang alkana mengandung paling sedikit sebuah atom karbon yang terikat pada tiga atau lebih atom karbon lain (Fessenden, 1997).
Senyawa berbobot molekul rendah berwujud gas dan cair, dan zat yang berbobot molekul tinggi berwujud padat. Alkana merupakan zat nonpolar, zat yang tak larut dalam air dengan kerapatan zat cair kurang dari 1,0 g/ml. Selain alkana juga ada alkena yaitu hidrokarbon yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap dua karbon–karbon. Senyawa ini dikatakan tidak jenuh karena tidak mempunyai jumlah maksimum atom yang sebetulnya dapat ditampung oleh setiap karbon (Pettruci, 1987).
Hidrokarbon alifatik berasal dari minyak bumi sedangkan hidrokarbon aromatik dari batu bara. Semua hidrokarbon, alifatik dan aromatik mempunyai tiga sifat umum, yaitu tidak larut dalam air, lebih ringan dibanding air dan terbakar di udara (Wilbraham, 1992).
Reaksi-reaksi senyawa hidrokarbon:
1.       Reaksi oksidasi
Senyawa alkana yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan karbon dioksida dan air dan disebut reaksi pembakaran.
2.       Reaksi subtitusi
Merupakan reaksi penggantian gugus fungsi yang terikat pada atom C senyawa hidrokarbon.
3.       Reaksi adisi
            Merupakan reaksi pengurangna rangkap
4.       Reaksi eliminasi
Merupakan reaksi penambahan rangkap.

ALAT DAN BAHAN
Alat
a.       Tabung reaksi
b.       Pipet tetes
c.       Rak tabung

Bahan
a.       Larutan sikloheksana
b.       Larutan benzene
c.       Larutan asetaldehid/formaldehid
d.       Larutan aseton
e.       Larutan 1 % brom dalam CCl4
f.        Larutan KMnO4
g.       N-heksana
h.       Minyak tanah
i.         Minyak goreng
j.         Minyak zaitun
k.       Larutan H2SO4

CARA KERJA
Reaksi adisi
1.       4 buah tabung reaksi diletakkan pada rak tabung
2.       Isi masing-masing tabung 1 ml sikloheksana , benzene, formaldehid, aseton, n-heksan, minyak tanah, minyak goring, minyak zaitun.
3.       Tambahkan larutan brom secara perlahan dengan pipet tetes
4.       Amati apa yang terjadi

Reaksi oksidasi
l.         Tabung reaksi diisi masing-masing 1 ml KMnO4
2.       Masing-masing digoyangkan 1-2 menit
3.  Tambahkna masing –masing 5 tetes sikloheksana , benzene, formaldehid, aseton, n-heksan, minyak tanah, minyak goring, minyak zaitun.
4.       Letakkan di rak tabung reaksi
5.       Amati apa yang terjadi

Reaksi dengan H2SO4 pekat
1.   Masing-masing sampel sikloheksana, benzene, formaldehid, aseton, n-heksan, minyak tanah, minyak goreng dan minyak zaitun dimasukkan dalam tabung reaksi.
2.       Tambahkan H2SO4 pekat
3.       Amati apa yag terjadi

Uji kelarutan
1.       Masing- masing sampel ( sikloheksana , benzene, formaldehid, aseton, n-heksan, minyak tanah, minyak goreng,  minyak zaitun) dimasukkan kedalam tabung reaksi (1ml)
2.       Tambahkan air dan kocok, amati yang terjadi
3.       Lakukan juga menggunakan alkohol dan kloroform.
Sumber :
http://fzahra97.blogspot.co.id/2015/05/laporan-praktikum-kimia-organik.html


Pada pemrosesan minyak bumi melibatkan 2 proses utama, yaitu :
1.       Proses pemisahan (separation processes)
2.       Proses konversi (convertion processes)
Proses pengilangan (refines) pertama-tama adalah mengubah komponen minyak menjadi fraksi-fraksi yang laku dijual berupa beberapa tipe dari destilasi. Beberapa perlakuan kimia dan pemanasan dilakukan untuk memperbaiki kualitas dari produk minyak mentah yang diperoleh.
Proses Pemisahan (Separation Processes)
Unit operasi yang digunakan dalam penyulingan minyak biasanya sederhana tetapi yang kompleks adalah interkoneksi dan interaksinya. Proses pemisahan tersebut adalah :
1.       Destilasi Bensin, kerosin dan minyak gas biasanya disuling pada tekanan atmosfer, fraksi-fraksi minyak pelumas akan mencapai suhu yang lebih tinggi dimana zat-zat hidrokarbon mulai terurai (biasanya kira-kira antara suhu 375 -400°C) karena itu lebih baik jika minyak pelumas disuling dengan tekanan yang diturunkan. Pengurangan tekanan diperoleh dengan menggunakan sebuah pompa vakum (vacum pump).
2.   Absorpsi Umumnya digunakan untuk memisahkan zat yang bertitik didih tinggi dengan gas. Minyak gas digunakan untuk menyerap gasolin alami dari gas-gas basah. Gas- gas dikeluarkan dari tank penyimpanan gas sebagai hasil dari pemanasan matahari yang kemudian diserap ulang oleh tanaman. Steam stripping pada umumnya digunakan untuk mengabsorpsi hidrokarbon fraksi ringan dan memperbaiki kapasitas absorpsi minyak gas. Proses ini dilakukan terutama dalam hal-hal sebagai berikut:
  • a.       Untuk mendapatkan fraksi-fraksi gasolin alami yang dapat dicampurkan pada bensin.
  • b.       Untuk pemisahan gas-gas rekahan dalam suatu fraksi yang sangat ringan (misalnya fraksi yang          terdiri dari zat hidrogen, metana, etana) dan fraksi yang lebih berat yaitu yang                                      mempunyai      komponen-komponen yang lebih tinggi.
  • c.         Untuk menghasilkan bensin-bensin yang dapat dipakai dari berbagai gas ampas dari suatu                 instalasi penghalus.

3.       Adsorpsi
Proses adsorpsi digunakan untuk memperoleh material berat dari gas. Pemakaian terpenting proses adsorpsi pada perindustrian minyak adalah :
  • a.       Untuk mendapatkan bagian-bagian berisi bensin (natural gasoline) dari gas-gas buni, dalam 
  •         hal    ini digunakan arang aktif.
  • b.      Untuk menghilangkan bagian-bagian yang memberikan warna dan hal-hal lain yang tidak                dikehendaki dari minyak, digunakan tanah liat untuk menghilangkan warna dan bauxiet                 (biji oksida-aluminium).

4.       Filtrasi
Digunakan untuk memindahkan endapan lilin dari lilin yang mengandung destilat. Filtrasi dengan tanah liat digunakan untuk decolorisasi fraksi.
5.       Kristalisasi
Sebelum di filtrasi lilin harus dikristalisasi untuk menyesuaikan ukuran Kristal dengan cooling dan stirring. Lilin yang tidak diinginkan dipindahkan dan menjadi lilin mikrokristalin yang diperdagangkan.
6.       Ekstraksi.
Pengerjaan ini didasarkan pada pembagian dari suatu bahan tertentu dalam dua bagian yang mempunyai sifat dapat larut yang berbeda.
Proses Konversi (conversion processes)
Hampir 70% dari minyak mentah di proses secara konversi di USA, mekanisme yang terjadi berupa pembentukan "ion karbonium" dan "radikal bebas". Konversi minyak bumi dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
1.       Cracking atau Pyrolisis
2.       Polimerisasi
3.       Alkilasi
4.       Hidrogenasi
5.       Hydrocracking
6.       Isomerisasi
7.       Reforming atau Aromatisasi
Sumber :
https://www.google.co.id/search?biw=1265&bih=697&q=pengilangan%2C+fraksi+dan+pengelolaan+minyak+bumi.pdf&oq=pengilangan%2C+fraksi+dan+pengelolaan+minyak+bumi.pdf&gs_l=serp.3...40855.41819.0.42243.4.4.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..4.0.0.-ZP-w0Xj3TU

Blog Archive

Powered by Blogger.

Social Icons

Followers

Featured Posts

Social Icons

Popular Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget